At (15), siswa kelas III di salah satu sekolah menengah pertama swasta di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, terpaksa harus berurusan dengan polisi. Penyebabnya, At nekat memerkosa DC (15), perempuan warga Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
Kamis (17/2) malam, At, yang merupakan anak salah seorang berpunya di Desa Cidokom, Kecamatan Rumpin, mengajak tetangga satu desanya, Yt (19), untuk makan bakso di Desa Gobang, juga di Rumpin. At lalu mengirimkan pesan singkat kepada DC yang baru seminggu dikenalnya.
Ia menawarkan ajakan yang sama kepada DC, gadis yang tak lagi melanjutkan sekolah seusai menamatkan sekolah dasar. Gayung bersambut, DC mau-mau saja ditraktir menyantap bakso oleh At.
Sekitar pukul 20.00, At dan Yt menjemput DC di rumahnya di Desa Rabak dengan menggunakan sepeda motor. Di rumah itu, DC tinggal bersama ayahnya dan ibu tirinya. Ibu kandung DC sudah meninggal dunia.
Mereka lalu berboncengan bertiga dengan satu sepeda motor. Setelah makan bakso, sekitar pukul 21.00, At dan Yt membawa DC ke Kampung Pengangkang, Desa Gobang, juga di daerah Rumpin. Di perkebunan karet itu mereka berhenti. Suasana di sekitar lokasi cukup sunyi dan sepi karena jalan yang membelah hutan karet itu tak banyak dilalui warga.
Lokasi itu pada akhir pekan kerap dijadikan lokasi berpacaran sejumlah muda-mudi. Ada beberapa gazebo yang kerap digunakan untuk tempat rehat bagi para penyadap karet di sekitar lokasi itu.
Di lokasi sepi itu At memaksa DC untuk diajak bersetubuh, tetapi gadis itu menolak ajakan tersebut. Penolakan itu tak diindahkan oleh At dan
meminta Yt untuk memegang tangan DC. Begitu gadis mungil ini tidak berdaya dalam pegangan Yt, seketika itu pula At melampiaskan hasrat seksualnya.
Setelah At selesai menyetubuhi DC, ia diduga sempat menawarkan kepada Yt untuk melakukan hal serupa. Namun, Yt menolak tawaran At karena merasa tak sampai hati memerkosa DC yang terus menangis.
Kedua pemuda ini kemudian mengantarkan DC pulang ke rumahnya. Tindakan At itu baru terungkap Sabtu (19/2) setelah DC menceritakan kejadian yang menimpanya kepada kakak perempuannya.
”Awalnya dia menangis terus dan menolak makan. Setelah ditanya baru akhirnya bercerita,” tutur Abet (40-an), paman korban, Minggu (20/2).
Dari pengakuan itu, keluarga lalu melapor ke Polsek Rumpin. Petugas lalu menangkap At dan Yt di rumah masing-masing pada Sabtu malam. Keluarga tengah berupaya memikirkan penyelesaian yang terbaik bagi masa depan DC.
Akibat kasus tersebut, konflik nyaris meluas menjadi konflik antarkampung. Pihak keluarga sudah ”panas” mendengar kejadian yang menimpa DC. Beruntung tokoh masyarakat sempat meredamnya.
Minggu siang, Kepala Desa Gobang M Harun, Kepala Desa Cidokom Asep Nuryana, serta keluarga korban dan pelaku bertemu untuk mendinginkan suasana.
Sementara itu, Kepala Polsek Rumpin Komisaris Nundun Radiaman mengatakan, setelah itu pihaknya pada Minggu kemarin melimpahkan kasus tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Bogor.
Korban di bawah umur
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak pada Polres Bogor Ajun Komisaris Ari Trisnawati mengaku masih mendalami latar belakang penyebab At nekat memerkosa DC. Namun, dari kasus yang pernah ditangani Polres Bogor, salah satu pemicu adalah mudahnya anak-anak mengakses pornografi. Setelah menonton, mereka kesulitan untuk mengendalikan hawa nafsu sehingga nekat memerkosa.
Sejak awal tahun 2011, kata dia, pihaknya sudah menangani lebih dari 10 kasus pemerkosaan dengan korban perempuan di bawah umur. Sebagian kecil dari kasus itu melibatkan pelaku di bawah umur, yakni kurang dari 18 tahun. Pelaku bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
”Ada kecenderungan kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat, sedangkan kekerasan dalam rumah tangga agak turun pada awal tahun ini,” ujarnya.
Siti Maemunah, Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Bogor, menuturkan, masalah akses tayangan pornografi memang bisa menjadi pemicu pelaku. Namun, lingkungan yang kini semakin permisif juga memberi andil terhadap kejadian itu.
Sementara dari sisi perempuan, gaya hidup kini membuat anak-anak menjadi dewasa sebelum waktunya. ”Misalnya, ada ibu-ibu menonton sinetron dewasa, tetapi anak perempuannya yang masih kecil dibiarkan ikut menonton. Dia bisa terpengaruh menjadi dewasa sebelum waktunya,” ujar Maemunah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar